Lestari Alamku, Lestari Patiku
Alam memberikan berbagai fasilitas yang tiada bandingnya bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Kebutuhan primer manusia yang berupa sandang (pakaian), papan (tempat tinggal) dan pangan (makanan sehari-hari), semua bersumber dari alam. Maka dari itu, sangat naif apabila kita sebagai menusia mengesampingkan kelestarian alam. Berbagai aktivitas menusia yang merusak ekosistem alam sudah sangat banyak kita temui, baik di kota-kota besar maupun di pedesaan. Seperti halnya penggundulan hutan, pembalakan liar, membuang sampah di sembarang tempat, dan lain sebagainya. Akibatnya terjadi berbagai bencana berupa kekeringan melanda di berbagai daerah pada saat musim kemarau, banjir yang menghanyutkan rumah-rumah waga pada saat musim hujan, pemanasan global, dan berbagai bencana alam lainnya.
Ahli Ekologi-Politik seperti Forsth (2003) dalam bukunya Critical Political Ecologi, penggunaan sumber daya alam yang semakin banyak tanpa mempertimbangkan efek kelanjutannya, akan gerdampak buruk bagi kelangsungan alam itu sendiri dan manusia pada umumnya. Melihat yang demikian ini, pelestarian alam dan lingkungan sekitar menjadi suatu keharusan yang tidak bisa dibantah lagi.
Pati merupakan daerah yang mempunyai potensi alam sangat melimpah. Dalam kajian topografi, Pati dibedakan menjadi dua bagian, yaitu dataran rendah yang berada di kawasan pesisir, dan dataran tinggi yang merupakan kawasan pegunungan. Dari kedua hal tersebut masing-masing memliliki potensi alam yang berbada-beda. Dilihat dari dataran rendah, kita dapat menyaksikan adanya lautan yang membentang luas di bagian pesisir utara kabupaten Pati. Di daerah pesisir ini, masyarakat rata-rata berprofesi sebagai nelayan untuk menyambung hidup sehari-hari.
Kencangnya putaran perekonomian di kecamatan Juawana yang mayoritas masyaraktnya adalah nelayan, menjadi salah satu episentrum adanya kekayaan alam yang berupa laut dan kandungannya telah membantu kesejahteraan masyarakat sekitar. Begitu juga keadaan masyarakat di kecamatan Banyu Towo yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada kekayaan laut. Mereka berlayar menggunakan perahu kecil lalu melempar pukat berharap ada ikan yang nyangkut. Kehidupan semacam ini dilakukan masyarakat pesisir pati setiap harinya.
Sedangkan di kawasan pegunungan, banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya melalui bercocok tanam atau bertani. Daerah pegunungan ini berada di kawasan selatan dan barat pati. di kawasan selatan terdapat pegunungan kendeng yang sebagian masih masuk dalam wilayah kabupaten pati. Di bagian barat, tepatnya di kecamatan Gembong merupakan area pegunungan yang menawarkan potensi alam sangat melimpah. Di bagian utara, terdapat kecamatan Gunungwungkal yang juga termasuk daerah dataran tinggi.
Lalu, apa yang salah dengan kemolekan dan kekayaan alam di pati sehingga setiap tahunnnya di beberapa kacamatan asih teradi banjir ketika musim hujan dan kekeringan ketika musim kemarau? Apakah hal itu dikerenakan aktivbitas manusia atau karena alam sudah tidak bersahabat lagi dengan manusia?
Dalam teori antroposentrisme, alam ditempatkan oleh manusia sebagai obyek eksploitasi untuk kepentingan manusia itu sendiri (human contered ethics). Penempatan alam sebagai obyek eksploitasi secara langsung telah mendiskreditkan kebeadaan alam sebagai penyeimbang kehidupan manusia di bumi. Nampak bahwa kebersamaan antara mahluk hidup tidak ada sama sekali. Alam dengan sendirinya tumbuh dan berkembang, kemudian manusia seenaknya membabibuta mengambil kandungan-kandungan terbaik alam tanpa ada gantinya. Kerjasama antara manusia dengan alam sekitar nampak tidak ada sama sekali.
Pandangan antroposentris ini juga sempat meggurita di pemerintahan daerah pati. Bupati pati, haryanto, dengan enteng membubuhkan tandangan pada surat perizinan pendirian pabrik semen PT. Sahabat Mulya sejati di kecamatan Tambakromo. Alasannya sederhana, masyarakat akan mendapatkan banyak lapangan pekerjaan apabila pabrik semen dibangun dan agar pati menjadi sentra produksi semen di jawa Tengah. Logis tetapi tidak realistis. Bupati tidak mempertimbangkan bagaimana kelangsungan alam dan ekosistem di pegunungan kendeng apabila pabrik semen didirikan dan mengeruk bebatun kapur di pegunungan kendeng tersebut.
Sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Semarang Caver Asosiation (SCA) pada tahun 2013 lalu menunjukkan bahwa dipegunungan kendeng utara terdapat jejak karst dalam bentuk panor, goa dan mata air. Ada sebanyak 33 mata air diwilayah Grobogan dan 79 mata air di wilayah Sukolilo pati dengan debit relatif konstan. Sebagian dari sumber mata air tersebut diamanfaatkan oleh 8000 kepala keluarga dan untuk mengaliri lebih dari 4000 hektar sawah di sukolilo. Adapun upaya untuk perusakan ekosistem ini, terutama melalui penambangan batu kapur dengan skala besar, akan menimbulkan resiko banjir dan kekeringan bagi kawasan tersebut.
Penting untuk ditekankan bahwa alam tidak bisa terus-menerus dieksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksloitasi alam yang dilalukan oleh mansia, maka akan semakin tinggi pula tingkat kerawanan bencana. Alam memberikan apapun yang manusia butuhkan, tetapi manusia tidak menyadarinya. Kerakusan dan keserakahan manusia menjadikan alam sebagai obyek eksploitasi yang tiada habisnya.
Nampaknya perlu kita melihat kembali teori biosentrisme yang mengajarkan manusia dan alam bisa bersibnergi, berjalan beriringan, dan membangun kerjasama yang efektif dan efisien. Alam mempunyai nilai yang tidak bisa ditukar dengan apapun. Dalam teori biosentrisme, semua keidupan didunia ini memiliki moral dan nilai yang sama sehingga wajib untuk dilindungi, diselamatkan dan dipelihara sebaik mungkin.
Untuk itu, kita sebagai manusia mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan lingkungan dan alam disekitar kita, sebab apabila ekosistem terganggumaka secara otomatis akan menganggu eksistensi manusia pula. Memelihara dan melestarikan lingkungan hidup bukan hanya sekedar masalah sosial, ekonomi politik, estetika, dan lain sebagainya, tetapi lebih dari pada itu.
Pati merupakan daerah yang mempunyai potensi alam sangat luas. Ada banyak ekosistem, pariwisata, perekonomian, dan kehidupan masyarakat yang bergantung pada alam. Apabila kita menengok konferensi Rio De Jenerio (1992) yang salah satu agenda pentingnya adalah menyelamatkan lingkungan hidup, maka kita sebagai masyarakat yang beradab sudah sepantasnya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan dan alam disekitar kita. Rusaknya alam juga menjadi awal kerusakan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Newsletter
Jika Anda menyukai posting ini, daftar untuk mendapatkan pembaruan di email Anda. Ketika saya menulis sesuatu yang baru! Tidak pernah ada spam.
Berlangganan Newsletter